Petualangan Mencari Kucing yang Hilang
Hari itu, langit Shiratorizawa cerah seperti biasa. Maruko, dengan potongan rambut mangkuknya yang khas dan eksp wajahnya yang kadang malas namun selalu penasaran, sedang duduk di ruang tamu sambil menikmati camilan keripik kentang. Kakek Tomozo di sebelahnya sedang asyik menulis haiku dengan penuh semangat, sementara Nenek Kotoe menyulam dengan tenang. Ayah Hiroshi membaca koran sambil sesekali menghela napas melihat tingkah laku Maruko, dan Ibu Sumire sedang berkutat di dapur. Kakak perempuannya, Sakiko, seperti biasa, tampak serius belajar di mejanya.
Tiba-tiba, terdengar suara tangisan kecil dari luar rumah. Maruko yang sedang menikmati keripiknya langsung menghentikan kunyahannya. "Suara apa itu?" tanyanya dengan mata memicing.
Kakek Tomozo yang terkejut puisinya terganggu, mengintip dari jendela. "Sepertinya ada anak kecil yang menangis," ujarnya.
Maruko, dengan rasa ingin tahu yang besar, segera berlari keluar rumah. Benar saja, di dekat taman kecil di depan rumahnya, seorang anak laki-laki seusianya sedang terisak-isak. Di sampingnya, tergeletak sebuah kaleng bekas dengan gambar kucing lucu.
"Kamu kenapa menangis?" tanya Maruko dengan nada khawatir, meskipun sedikit malas untuk terlalu peduli.
Anak laki-laki itu mendongak, air mata masih membasahi pipinya. "Kucingku... Kuro hilang! Dia kucing kesayanganku," jawabnya sesenggukan.
Mendengar itu, hati Maruko yang biasanya cuek sedikit tersentuh. Ia ingat bagaimana sayangnya Kakek Tomozo pada kucing tetangga yang sering mampir. "Kucingmu warna apa? Bagaimana ciri-cirinya?" tanya Maruko lagi.
"Dia hitam semua, bulunya halus, dan ada sedikit warna putih di ujung ekornya," jawab anak laki-laki itu, berharap-harap cemas.
Maruko berpikir sejenak. "Baiklah," katanya tiba-tiba, "aku akan membantumu mencari Kuro!"
Mata anak laki-laki itu berbinar. "Benarkah? Terima kasih banyak!"
Maka dimulailah petualangan mencari Kuro. Maruko mengajak serta teman-temannya: Tama-chan yang baik hati, Hanawa-kun yang selalu rapi dan membawa sapu tangan, serta beberapa teman kelas lainnya yang kebetulan lewat. Mereka menyebar ke berbagai sudut kota Shiratorizawa. Ada yang mencari di taman bermain, ada yang bertanya pada pemilik toko, bahkan Maruko sempat memeriksa di bawah gerobak penjual oden favoritnya.
Tentu saja, dalam pencarian itu, tingkah laku khas Maruko tidak hilang. Ia sempat mengeluh kepanasan, meminta dibelikan es krim oleh Hanawa-kun, dan beberapa kali hampir menyerah karena merasa lelah. Namun, melihat kesedihan di mata anak laki-laki pemilik Kuro, Maruko kembali bersemangat.
Setelah mencari cukup lama, Tama-chan berteriak dari arah sungai kecil di pinggir kota. "Maruko! Lihat ini!"
Maruko dan teman-temannya segera berlari ke arah Tama-chan. Di sana, di bawah jembatan kecil, tampak seekor kucing hitam dengan sedikit warna putih di ujung ekornya sedang menjilati bulunya.
"Kuro!" seru anak laki-laki itu gembira, langsung berlari dan memeluk kucingnya erat-erat.
Kuro mengeong senang, seolah mengenali pemiliknya. Anak laki-laki itu kemudian menoleh ke arah Maruko dan teman-temannya dengan mata berbinar. "Terima kasih banyak! Kalian benar-benar hebat!"
Maruko tersenyum tipis, merasa sedikit bangga meskipun berusaha menyembunyikannya. "Lain kali, jangan sampai Kuro hilang lagi, ya!" katanya dengan nada sok dewasa.
Hanawa-kun dengan sopan membersihkan sedikit lumpur di baju anak laki-laki itu dengan sapu tangannya. Tama-chan tersenyum lega melihat Kuro kembali.
Dalam perjalanan pulang, Maruko merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Meskipun ia sering dianggap pemalas dan cuek, ternyata ia juga bisa merasakan empati dan membantu orang lain. Kakek Tomozo yang melihat Maruko pulang dengan senyum kecil di wajahnya, berbisik pada Nenek Kotoe, "Cucu kita ternyata punya hati yang hangat seperti mentari pagi."
Maruko yang mendengar itu hanya mendengus pelan, tapi dalam hatinya, ia merasa senang telah menjadi bagian dari petualangan mencari kucing yang hilang itu. Hari itu, di Shiratorizawa, bukan hanya Kuro yang kembali, tapi juga sedikit kebaikan yang tumbuh di hati seorang gadis kecil bernama Maruko Chan.
Comments
Post a Comment